PEMBELAJARAN ABAD KE-21
Abad 21 dikenal sebagai
era globalisasi dan teknologi informasi-komunikasi (information &
communication technology). Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang
begitu pesat menawarkan berbagai kemudahan baru dalam pembelajaran sehingga
menyebabkan terjadinya pergeseran orientasi belajar dari outside guided menjadi
self-guided dan knowledge-as-possession menjadi knowledge-as-construction.
Lebih dari itu, teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam
memperbarui konsepsi pembenaran yang semula fokus pembelajaran semata-mata
sebagai suatu penyajian berbagai macam pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai
suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi social budaya yang kaya akan
pengetahuan. Pembelajaran merupakan proses terjadinya interaksi antara peserta
didik dengan sumber belajar, namun proses pembelajaran yang berlangsung
kenyataannya sebagian besar masih berpusat pada pengajar, di mana proses
pembelajaran yang berkualitas idealnya adalah pembelajaran yang dapat membantu
dan memfasilitasi pembelajar untuk mengembangkan potensi dirinya secara
optimal, serta mampu mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif, dengan
berorientasi pada minat, kebutuhan, dan kemampuan pebelajar. Dalam bidang
pendidikan, proses pembelajaran diidentikkan dengan proses penyampaian
informasi atau komunikasi. Dalam hal ini media pembelajaran merupakan bagian
yang tak terpisahkan pada lembaga pendidikan. Pemanfaatan media pembelajaran
merupakan upaya kreatif dan sistematis untuk menciptakan pengalaman yang dapat
membelajarkan siswa sehingga pada akhirnya lembaga pendidikan akan mampu
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melihat keterbatasan yang melekat pada
media konvensional, maka sudah saatnya media konvensional ditingkatkan
kualitasnya atau bahkan diganti dengan mengembangkan suatu media pembelajaran
yang lebih inovatif sekaligus interaktif, di antaranya adalah media
pembelajaran yang dirancang dengan menggunakan bantuan komputer.
Pembelajaran abad 21
sangat mengandalkan interaksi yang efektif di ruang kelas, dengan metode
pembelajaran yang menarik dan bermakna, yang dikenal sebagai 4C atau empat
competences, yakni communication (komunikasi), collaborative (kolaborasi),
critical thinking (berfikir kritis), dan creativity and innovation (kreatif dan
inovasi).
Seperti yang telah kita
ketahui bahwa perkembangan teknologikhususnya di abad ke-21 maka pada system pembelajaran
mengikuti pola perkembangan zaman, sebagaimana yang telah terjadi saat ini di Indonesia
telah menerapkan system pembelajaran daring atau online, hal ini disebabkan
oleh virus covid-19. Maka dari itu untuk memutus rantai penyebaran covid-19
sistem pembelajaran dialihkan yang semulanya tatap muka/offline berubah menjadi
daring/ online.
Sejalan dengan
karakteristik guru abad 21. Sebagaimana tertulis dalam Modul Pedagogik PPG
Dalam Jabatan 2018, ada lima karakteristik guru abad 21 , pertama guru di
samping sebagai fasilitator juga harus menjadi motivator dan inspirator. Kedua,
mampu mentransformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital yang
ditandai tingginya minat baca. Ketiga, memiliki kemampuan menulis. Keempat,
kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan
masalah-masalah belajar. Kelima, mampu melakukan transformasi cultural.
Mengacu pada lima
karakteristik guru abad 21 ini, setiap diri guru diharapkan memiliki karakter
ini. Tentunya, ini tidak mudah. Kondisi yang terjadi di lapangan, belum semua
guru mampu mewujudkan lima karakter ini. Masih ada sekolah yang menganggap
pembaruan kurikulum sebagai sesuatu yang tidak ada efeknya. Apa yang diterapkan
masih seputar metode lama. Bahkan, masih ada pembelajaran yang berpusat pada
guru. Apalagi, bagi sekolah yang jauh dari pengawasan dan pusat kota. Tidak
dapat dipungkiri, bagi lembaga pendidikan di daerah ini, masih terdapat guru
yang masuk kategori digital imigran. Jangankan menggunakan jaringan internet,
menghidupkan dan mematikan laptop pun masih menjadi sesuatu yang berat. Dengan
kondisi ini, guru belum bisa berada pada karakteristik yang kedua. Apalagi,
ditambah dengan mindset guru yang masih menganggap siswa sebagai objek yang
kepadanya ditujukan segala jenis aturan yang harus dipatuhinya. Siswa harus
bisa memahami apa keinginan gurunya. Guru belum sepeuhnya bisa menjadi
fasilitator, motivator apalagi inspirator. Guru lebih banyak menjadi evaluator.
Karakteristik siswa abad 21 adalah
perilaku belajarnya sangat tergantung atau bahkan menggantungkan diri pada
mesin pencari google. Salah satu ahli (dalam Modul Pedagogik PPG Dalam Jabatan
2018) mengidentifikasi keterampilan dan kecakapan yang harus dimiliki generasi
abad 21, yaitu :
1.
Keterampilan
belajar dan inovasi : berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi
dan kreativitas kolaboratif dan inovatif.
2.
Keahlian
literasi digital : literasi media baru dan literasi ICT.
3.
Kecakapan
hidup dan karir : memiliki kemauan inisiatif yang fleksibel dan inisiatif adaptif
, dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya, kecakapan
kepemimpinan produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab.
Untuk itu pula
seorang guru dituntut untuk mampu menguasai IT (Information Technology), sebab
untuk mengahadapi pembelajaran abad ke-21 tersebut guru bisa memonitoring
pembelajaran dengan lebih baik. Penguasaan teknologi
informasi komunikasi menjadi hal yang harus dilakukan oleh semua guru pada
semua mata pelajaran. Penguasaan TIK yang terjadi bukan dalam tataran
pengetahuan, namun praktik pemanfaatnyanya. Metode pembelajaran yang dapat
mengakomodir hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber belajar yang variatif.
Mulai dari sumber belajar konvensional sampai pemanfaatan sumber belajar
digital. Siswa memanfaatkan sumber-sumber digital, baik yang offline maupun online. Membuat produk berbasis TIK, baik audio maupun
audiovisual. Maka dari itu pula guru juga harus
memperhatikan media yang digunakan dalam penyampaian materi pembelajaran
khususnya yang bersifat terbaru atau modern yang kemudian disesuaikan dengan
pembelajaran abad ke-21.
Beers
menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam
mencapai kecakapan abad 21 harus memenuhi kriteria sebagai berikut : kesempatan
dan aktivitas belajar yang variatif; menggunakan pemanfaatan teknologi untuk
mencapai tujuan pembelajaran; pembelajaran berbasis projek atau masalah;
keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular
connections); fokus pada
penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa; lingkungan
pembelajaran kolaboratif; visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media
visual untuk meningkatkan pemahaman; menggunakan penilaian formatif termasuk
penilaian diri sendiri. Kesempatan dan aktivitas
belajar yang variatif tidak monoton. Metode pembelajaran disesuaikan dengan
kompetensi yang hendak dicapai. Penguasaan satu kompetensi ditempuh dengan
berbagai macam metode yang dapat mengakomodir gaya belajar siswa auditori,
visual, dan kenestetik secara seimbang. Dengan demikian masing-masing siswa
mendapatkan kesempatan belajar yang sama.
Pemanfaatan
teknologi, khususnya tekonologi informasi komunikasi, memfasilitasi siswa
mengikuti perkembangan teknologi, dan mendapatkan berbagai macam sumber dan
media pembelajaran. Sumber belajar yang semakin variatif memungkinkan siswa
mengekplorasi materi ajar dengan berbagai macam pendekatan sesuai dengan gaya
dan minat belajar siswa.
Pembelajaran
berbasis projek atau masalah, menghubungkan siswa dengan masalah yang dihadapai
dan yang dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Bertitik tolak dari masalah yang
diinventarisis, dan diakhiri dengan strategi pemecahan masalah tersebut, siswa
secara berkesinambungan mempelajari materi ajar dan kompetensi dengan
terstruktur. Pada pembelajaran berbasis projek, pemecahan masalah dituangkan
dalam produk nyata yang dihasilkan sebagai sebuah karya penciptaan siswa. Pada
pembelajaran berbasis masalah/projek pembelajaran juga fokus pada
penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa.
Keterhubungan
antar kurikulum (cross-curricular connections), atau kurikulum terintegrasi memungkinkan siswa menghubungkan
antar materi dan kompetensi pembelajaran, dengan demikian pembelajaran dapat
lebih bermakna, dan teridentifikasi manfaat mempelajari sesuatu. Pembelajaran
ini didukung lingkungan pembelajaran kolaboratif, dapat memaksimalkan potensi
siswa. Didukung dengan visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media visual
dapat meningkatkan pemahaman siswa.
Sebagai
akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif menunjukan sebuah
pengendalian proses. Melalui penilaian formatif, dan didukung dengan penilaian
oleh diri sendiri, siswa terpantau tingkat penguasaan kompetensinya, mampu
mendiagnose kesulitan belajar, dan berguna dalam melakukan penempatan pada saat
pembelajaran didisain dalam kelompok.
Pandangan
Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran untuk menyiapkan siswa
memiliki kecakapan abad 21 menuntut kesiapan guru dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Guru memegang peran sentral
sebagai fasilitator pembelajaran. Siswa difasilitasi berproses menguasai materi
ajar dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru bertugas mengawal
proses berlangsung dalam kerangka penguasaan kompetensi, meskipun pembelajaran
berpusat pada siswa.
Jadi
kesimpulan yang dapat diambil adalah pada pembelajaran abad ke-21 siswa
dituntut berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis, menguasai teknologi
informasi, mampu berkolaborasi, dan komunikatif. Proses mencapai kecakapan
tersebut dilakukan dengan memperhatikan taksonomi Bloom yang membagi
pengetahuan dalam dua kategori yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses
kognitif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar