Selasa, 08 Juni 2021

LAPORAN BACAAN : Pembelajaran Abad Ke-21

PEMBELAJARAN ABAD KE-21

Abad 21 dikenal sebagai era globalisasi dan teknologi informasi-komunikasi (information & communication technology). Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat menawarkan berbagai kemudahan baru dalam pembelajaran sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran orientasi belajar dari outside guided menjadi self-guided dan knowledge-as-possession menjadi knowledge-as-construction. Lebih dari itu, teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbarui konsepsi pembenaran yang semula fokus pembelajaran semata-mata sebagai suatu penyajian berbagai macam pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi social budaya yang kaya akan pengetahuan. Pembelajaran merupakan proses terjadinya interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar, namun proses pembelajaran yang berlangsung kenyataannya sebagian besar masih berpusat pada pengajar, di mana proses pembelajaran yang berkualitas idealnya adalah pembelajaran yang dapat membantu dan memfasilitasi pembelajar untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal, serta mampu mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif, dengan berorientasi pada minat, kebutuhan, dan kemampuan pebelajar. Dalam bidang pendidikan, proses pembelajaran diidentikkan dengan proses penyampaian informasi atau komunikasi. Dalam hal ini media pembelajaran merupakan bagian yang tak terpisahkan pada lembaga pendidikan. Pemanfaatan media pembelajaran merupakan upaya kreatif dan sistematis untuk menciptakan pengalaman yang dapat membelajarkan siswa sehingga pada akhirnya lembaga pendidikan akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melihat keterbatasan yang melekat pada media konvensional, maka sudah saatnya media konvensional ditingkatkan kualitasnya atau bahkan diganti dengan mengembangkan suatu media pembelajaran yang lebih inovatif sekaligus interaktif, di antaranya adalah media pembelajaran yang dirancang dengan menggunakan bantuan komputer.

Pembelajaran abad 21 sangat mengandalkan interaksi yang efektif di ruang kelas, dengan metode pembelajaran yang menarik dan bermakna, yang dikenal sebagai 4C atau empat competences, yakni communication (komunikasi), collaborative (kolaborasi), critical thinking (berfikir kritis), dan creativity and innovation (kreatif dan inovasi).

Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan teknologikhususnya di abad ke-21 maka pada system pembelajaran mengikuti pola perkembangan zaman, sebagaimana yang telah terjadi saat ini di Indonesia telah menerapkan system pembelajaran daring atau online, hal ini disebabkan oleh virus covid-19. Maka dari itu untuk memutus rantai penyebaran covid-19 sistem pembelajaran dialihkan yang semulanya tatap muka/offline berubah menjadi daring/ online.

Sejalan dengan karakteristik guru abad 21. Sebagaimana tertulis dalam Modul Pedagogik PPG Dalam Jabatan 2018, ada lima karakteristik guru abad 21 , pertama guru di samping sebagai fasilitator juga harus menjadi motivator dan inspirator. Kedua, mampu mentransformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital yang ditandai tingginya minat baca. Ketiga, memiliki kemampuan menulis. Keempat, kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar. Kelima, mampu melakukan transformasi cultural. 

Mengacu pada lima karakteristik guru abad 21 ini, setiap diri guru diharapkan memiliki karakter ini. Tentunya, ini tidak mudah. Kondisi yang terjadi di lapangan, belum semua guru mampu mewujudkan lima karakter ini. Masih ada sekolah yang menganggap pembaruan kurikulum sebagai sesuatu yang tidak ada efeknya. Apa yang diterapkan masih seputar metode lama. Bahkan, masih ada pembelajaran yang berpusat pada guru. Apalagi, bagi sekolah yang jauh dari pengawasan dan pusat kota. Tidak dapat dipungkiri, bagi lembaga pendidikan di daerah ini, masih terdapat guru yang masuk kategori digital imigran. Jangankan menggunakan jaringan internet, menghidupkan dan mematikan laptop pun masih menjadi sesuatu yang berat. Dengan kondisi ini, guru belum bisa berada pada karakteristik yang kedua. Apalagi, ditambah dengan mindset guru yang masih menganggap siswa sebagai objek yang kepadanya ditujukan segala jenis aturan yang harus dipatuhinya. Siswa harus bisa memahami apa keinginan gurunya. Guru belum sepeuhnya bisa menjadi fasilitator, motivator apalagi inspirator. Guru lebih banyak menjadi evaluator.

Karakteristik siswa abad 21 adalah perilaku belajarnya sangat tergantung atau bahkan menggantungkan diri pada mesin pencari google. Salah satu ahli (dalam Modul Pedagogik PPG Dalam Jabatan 2018) mengidentifikasi keterampilan dan kecakapan yang harus dimiliki generasi abad 21, yaitu :

1.        Keterampilan belajar dan inovasi : berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi dan kreativitas kolaboratif dan inovatif.

2.        Keahlian literasi digital : literasi media baru dan literasi ICT.

3.        Kecakapan hidup dan karir : memiliki kemauan inisiatif yang fleksibel dan inisiatif adaptif , dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya, kecakapan kepemimpinan produktif dan akuntabel,  serta bertanggungjawab.

Untuk itu pula seorang guru dituntut untuk mampu menguasai IT (Information Technology), sebab untuk mengahadapi pembelajaran abad ke-21 tersebut guru bisa memonitoring pembelajaran dengan lebih baik. Penguasaan teknologi informasi komunikasi menjadi hal yang harus dilakukan oleh semua guru pada semua mata pelajaran. Penguasaan TIK yang terjadi bukan dalam tataran pengetahuan, namun praktik pemanfaatnyanya. Metode pembelajaran yang dapat mengakomodir hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber belajar yang variatif. Mulai dari sumber belajar konvensional sampai pemanfaatan sumber belajar digital. Siswa memanfaatkan sumber-sumber digital, baik yang offline maupun online. Membuat produk berbasis TIK, baik audio maupun audiovisual. Maka dari itu pula guru juga harus memperhatikan media yang digunakan dalam penyampaian materi pembelajaran khususnya yang bersifat terbaru atau modern yang kemudian disesuaikan dengan pembelajaran abad ke-21.

Beers menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam mencapai kecakapan abad 21 harus memenuhi kriteria sebagai berikut : kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif; menggunakan pemanfaatan teknologi untuk mencapai tujuan pembelajaran; pembelajaran berbasis projek atau masalah; keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections); fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa; lingkungan pembelajaran kolaboratif; visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media visual untuk meningkatkan pemahaman; menggunakan penilaian formatif termasuk penilaian diri sendiri. Kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif tidak monoton. Metode pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Penguasaan satu kompetensi ditempuh dengan berbagai macam metode yang dapat mengakomodir gaya belajar siswa auditori, visual, dan kenestetik secara seimbang. Dengan demikian masing-masing siswa mendapatkan kesempatan belajar yang sama.

Pemanfaatan teknologi, khususnya tekonologi informasi komunikasi, memfasilitasi siswa mengikuti perkembangan teknologi, dan mendapatkan berbagai macam sumber dan media pembelajaran. Sumber belajar yang semakin variatif memungkinkan siswa mengekplorasi materi ajar dengan berbagai macam pendekatan sesuai dengan gaya dan minat belajar siswa.

Pembelajaran berbasis projek atau masalah, menghubungkan siswa dengan masalah yang dihadapai dan yang dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Bertitik tolak dari masalah yang diinventarisis, dan diakhiri dengan strategi pemecahan masalah tersebut, siswa secara berkesinambungan mempelajari materi ajar dan kompetensi dengan terstruktur. Pada pembelajaran berbasis projek, pemecahan masalah dituangkan dalam produk nyata yang dihasilkan sebagai sebuah karya penciptaan siswa. Pada pembelajaran berbasis masalah/projek pembelajaran juga fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa.

Keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections), atau kurikulum terintegrasi memungkinkan siswa menghubungkan antar materi dan kompetensi pembelajaran, dengan demikian pembelajaran dapat lebih bermakna, dan teridentifikasi manfaat mempelajari sesuatu. Pembelajaran ini didukung lingkungan pembelajaran kolaboratif, dapat memaksimalkan potensi siswa. Didukung dengan visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media visual dapat meningkatkan pemahaman siswa.

Sebagai akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif menunjukan sebuah pengendalian proses. Melalui penilaian formatif, dan didukung dengan penilaian oleh diri sendiri, siswa terpantau tingkat penguasaan kompetensinya, mampu mendiagnose kesulitan belajar, dan berguna dalam melakukan penempatan pada saat pembelajaran didisain dalam kelompok.

Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran untuk menyiapkan siswa memiliki kecakapan abad 21 menuntut kesiapan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Guru memegang peran sentral sebagai fasilitator pembelajaran. Siswa difasilitasi berproses menguasai materi ajar dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru bertugas mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan kompetensi, meskipun pembelajaran berpusat pada siswa.

Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah pada pembelajaran abad ke-21 siswa dituntut berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis, menguasai teknologi informasi, mampu berkolaborasi, dan komunikatif. Proses mencapai kecakapan tersebut dilakukan dengan memperhatikan taksonomi Bloom yang membagi pengetahuan dalam dua kategori yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar